PONTIANAK, SP - Pelaku industri minyak goreng menemukan modus baru penyelewengan minyak goreng. Pelaku memborong minyak goreng dengan harga pemerintah untuk dijual kembali sebagai bahan baku industri pengguna minyak sawit mentah (CPO). Modus baru ini diyakini menjadi penyebab kelangkaan komoditas tersebut di pasar.
Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) mengungkapkan bahwa terdapat oknum yang menyerbu minyak goreng pemerintah saat disalurkan oleh distributor di pasar tradisional. Kemudian, minyak goreng ditawarkan ke pabrikan pengguna CPO sebagai CPO maupun stearin.
"Itu terjadi di 543 kabupaten/kota di Indonesia. Mereka tidak menjual lagi dalam bentuk minyak goreng karena akan ditangkap, makanya di-declare (sebagai) CPO atau stearin," ujar Direktur Eksekutif GIMNI, Sahat Sinaga, Senin (14/3/2022) kemarin, melansir katadata.co.id.
Menurutnya, para oknum membeli minyak goreng hasil kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dengan HET. Selanjutnya, dijual menjadi CPO maupun stearin berdasarkan harga pasar. Rata-rata pelaku mendapatkan keuntungan Rp8 ribu per liter dari aksi tersebut.
Pabrikan pengguna CPO, kata Sahat, tidak bisa disalahkan karena tidak ada aturan yang melarang hal itu.
Sahat juga menyebut tidak ada aturan yang mengatur bahwa minyak goreng tidak boleh dinyatakan sebagai CPO maupun stearin.
"Penyaluran migor itu bocor karena dibeli dan declare sebagai CPO. Tidak ada UU yang melarang warna biru (migor) jadi hijau (CPO)," ucapnya.
Diketahui, praktik ini muncul akibat pebedaan harga antara CPO domestik dengan CPO internasional.Sahat menilai, perbedaan harga biasanya menjadi penyebab munculnya pasar gelap, seperti yang terjadi pada industri minyak sawit saat ini.
Kemendag telah menyalurkan 415,78 ribu ton atau 519,73 juta liter minyak dari 38 produsen migor ke pasar atau 72,45 persen dari DMO yang disimpan pemerintah. Sementara konsumsi migor nasional per bulan hanya mencapai 327,32 ribu ton.
DMO sendiri adalah syarat bagi eksportir CPO dan turunannya untuk mendapatkan izin ekspor. Kemendag telah menerbitkan 126 izin ekspor CPO dan turunnya sebanyak 2,77 juta ton untuk 54 eksportir CPO, pada 14 Februari - 8 Maret 2022.
Sahat juga mengusulkan skema penanganan kelangkaan minyak goreng baru kepada pemerintah, yakni bantuan langsung nontunai khusus pembelian minyak goreng berskema kartu untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Skema itu, kata dia, sebagai Dana Tunjangan Kemahalan Minyak Goreng (DTKM). Menurutnya, skema itu hasil adopsi kebijakan yang dilakukan Pemerintah Malaysia terkait harga minyak goreng dan telah disesuaikan dengan kebijakan pemerintah Indonesia.
"Kementerian Perdagangan tidak bakal setuju, jadi kami bikin surat ke Presiden kalau kuorum memenuhi. Oknum di lapangan lebih pintar, itu diatasi dengan kartu DTKM," tutup Sahat. (*)