Melawi,SP – Empat hari terakhir, puluhan pemuda pemudi dari sejumlah kampung di Melawi mengikuti kemah pemuda dengan konsep “Berambeh”. Peserta tak menginap dalam tenda seperti kemah pada umumnya, tapi menginap di rumah-rumah warga atau biasa disebut berambeh, dalam bahasa lokal Katab Kebahan, salah satu sub suku dayak di Kabupaten Melawi.
Kemah Pemuda Pembangunan Berkelanjutan digagas Forum Pembangunan Berkelanjutan Melawi (FPBM) dengan dukungan WWF Indonesia. Kemah yang digelar selama 6-9 Juni ini melibatkan tiga pasak dalam pelaksanananya. Mulai dari Pasak Sebaju, Pasak Birapati serta Pasak Kebebu yang menjadi tuan rumah pelaksanaan kemah bertemakan “Bom Berambeh” ini. Pasak sendiri merupakan lembaga atau komunitas adat di lanskap Katab Kebahan. Informasi yang dihimpun melalui lembaga Ikatan Warga Katab Kebahan (IWKK), ada lebih dari 30 kampung atau kini sudah berubah menjadi dusun yang sebagian besar penduduknya beretniskan Katab Kebahan di Melawi.
Ketua FPBM, Muhamad Firman mengungkapkan, kemah pemuda menjadi upaya mendorong kaum muda khususnya mereka yang berasal dari Lanskap Katab Kebahan memahami jatidiri dan adat budayanya. Selain itu, kemah pemuda ini mendorong pemuda paham soal isu-isu lingkungan, pembangunan berkelanjutan dan berbagai hal.
“Nah, kami juga isi kegiatan ini dengan mendorong mereka untuk mempromosikan Katab Kebahan melalui media sosialnya. Kita ada materi soal konten kreator dan juga video, karena anak muda saat ini sering bersentuhan dengan media sosial. Sehingga selama kegiatan, konten tentang Katab Kebahan, adat istiadat, potensi ekowisata serta kearifan lokal lainnya bisa lebih sering di share oleh mereka,” terangnya.
Konsep kemah dengan menginap di rumah-rumah warga sendiri muncul dari hasil diskusi bersama pengurus Pasak Kebebu dan juga para pemuda Katab Kebahan. Beberapa aktivitas lainnya seperti budaya bejepin, Berontang (makan bersama) hingga susur sungai Kebebu dan menanam padi merupakan inisiatif dari panitia lokal yang merupakan tokoh dan masyarakat setempat.
“Ini kolaborasi bersama FPBM dan Pasak itu sendiri. Hasilnya memang luar biasa. Effort masyarakat Kebebunya juga luar biasa. Dukungan masyarakat Kebebu dalam menyambut kami sangat baik. Kita pun mendorong ini akan terus berlanjut. Termasuk bagi para peserta yang kita fasilitasi untuk menjadi sebuah komunitas baru. Intinya ini bukanlah akhir, tapi menjadi awal kegiatan,” katanya.
Tokoh masyarakat Kebebu yang juga Ketua Harian IWKK, Yusli menilai kegiatan kemah ini mendorong para pemuda mengenal dan mengembalikan ciri budaya Katab Kebahan. Ia menjelaskan konsep “berambeh” digunakan dalam kemah ini agar para peserta ini bisa saling berbagi cerita dengan tuan rumah tempatnya menginap. Bahkan bisa saling menggali hubungan kekeluargaan yang mungkin ada.
“Dengan para orang tua baru ini, mereka bisa mengenal budaya, saling bekesah. Dan mungkin juga ternyata mereka ini keluarga, sanak inik, karena berasal dari rumpun Katab Kebahan,” ujarnya.
Sementara itu, Bupati Melawi yang diwakili Asisten I Setda Melawi, Imansyah saat membuka Kemah, Kamis (6/6) lalu mengatakan Pemerintah akan mendukung kegiatan-kegiatan kepemudaan yang mendorong peningkatan kapasitas serta pemahaman termasuk dalam sisi membangun jiwa kepemimpinan mereka, enterpreneurship serta pemahaman terkait adat dan budaya serta sejumlah isu-isu lingkungan.
“Inisiatif yang digagas oleh Forum Pembangunan Berkelanjutan Melawi serta berbagai elemen komunitas adat yang ada dalam lanskap Katab Kebahan mulai dari Pasak Kebebu, Pasak Sebaju, dan Pasak Birapati diharapkan dapat terus berlanjut kedepannya dan tidak terhenti hingga tahun ini saja,” katanya.
Pemerintah Kabupaten Melawi lanjut, Imansyah mengapresiasi kegiatan Kemah Pemuda ini mengadopsi budaya lokal Katab Kebahan dengan menginap di rumah-rumah warga atau istilah setempat disebut “Berambeh”. Peserta dan panitia yang berasal dari kampung berbeda ini akan menginap di beberapa rumah sehingga bisa terjalin komunikasi serta peserta bisa ikut menggali informasi terkait dengan adat budaya atau bahkan hubungan kekeluargaan mereka.
“Sehingga identitas dan kearifan lokal yang dimiliki tetap terjaga dan pengetahuannya tetap terjaga di dalam diri generasi muda yang ikut menjadi peserta kegiatan,” harapnya. (eko)