Opini post authorBob 16 Agustus 2024

IKN: Harapan Baru atau Ilusi Kemajuan?

Photo of IKN: Harapan Baru atau Ilusi Kemajuan? Syamsul Kurniawan (Dosen di IAIN Pontianak, Ketua Divisi Kaderisasi dan Cendekiawan Muda ICMI Kota Pontianak)

DALAM semangat memperingati Hari Ulang Tahun Ke-79 Republik Indonesia, kita dihadapkan pada sebuah mimpi besar yang sedang diwujudkan oleh pemerintah: pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Proyek ini bukan sekadar upaya fisik membangun infrastruktur, melainkan sebuah langkah strategis untuk memperbarui citra Indonesia di mata dunia, serta mendistribusikan ulang pusat gravitasi ekonomi dan administrasi dari Jakarta ke sebuah wilayah baru yang penuh harapan.

Namun, di balik simbolisme yang megah ini, ada pertanyaan mendasar yang harus kita jawab: apakah IKN benar-benar mampu menjadi harapan baru bagi kesejahteraan lokal, atau hanya menjadi ilusi kemajuan yang jauh dari realitas?

Peringatan Hari Ulang Tahun Ke-79 RI kali ini membawa nuansa yang berbeda, karena kita tidak hanya merayakan sejarah panjang perjuangan bangsa, tetapi juga memandang ke depan dengan harapan dan keraguan.

IKN menjadi lambang dari mimpi besar bangsa ini untuk menggeser poros kekuasaan dan kemakmuran, menciptakan sebuah kota yang tidak hanya menjadi simbol identitas baru tetapi juga sebagai pendorong perubahan yang nyata.

Jean Baudrillard, dalam karyanya Simulacra and Simulation (1981), memperkenalkan konsep simulacrum sebagai representasi yang tidak hanya mencerminkan realitas, tetapi juga menciptakan realitas baru.

IKN, dalam konteks ini, bisa dipandang sebagai simulacrum, sebuah gambaran ideal dari Indonesia yang modern dan maju. Namun, simulacrum juga membawa risiko: ia bisa menjadi ilusi yang menjauhkan kita dari realitas sosial dan ekonomi yang sebenarnya. Tantangan besar yang kita hadapi adalah memastikan bahwa IKN bukan sekadar simbol kosong, tetapi juga menjadi motor perubahan yang substantif.

Harapan Baru di Tengah Pusat Kekuasaan yang Berpindah

Pergeseran pusat kekuasaan dan administrasi dari Jakarta ke Ibu Kota Nusantara merupakan langkah yang penuh harapan bagi banyak pihak. Pemerintah memproyeksikan bahwa pemindahan ini akan merangsang pertumbuhan ekonomi di luar Jawa, memicu pemerataan pembangunan, dan mengurangi beban Jakarta yang semakin hari semakin padat.

IKN diharapkan menjadi titik awal bagi penyebaran manfaat ekonomi yang lebih merata, mendorong investasi di wilayah yang selama ini terpinggirkan dari arus utama pembangunan nasional.

Namun, harapan ini harus dihadapi dengan realisme. Memindahkan pusat kekuasaan bukanlah hal yang sederhana dan memerlukan waktu untuk mewujudkan manfaatnya.

Tanpa strategi yang matang, pergeseran ini bisa berakhir hanya sebagai perubahan geografis, tanpa membawa perubahan substantif dalam hal kesejahteraan masyarakat. Ada risiko bahwa IKN bisa menjadi proyek yang mahal dan megah di atas kertas, tetapi gagal menciptakan dampak yang diharapkan bagi masyarakat lokal.

Keberhasilan IKN sebagai pusat administrasi baru sangat bergantung pada kemampuan pemerintah untuk membangun infrastruktur yang tidak hanya fisik, tetapi juga sosial dan ekonomi.

Tanpa upaya yang konsisten untuk membangun kapasitas masyarakat lokal, IKN hanya akan menjadi kota baru yang berkilau tetapi hampa, dengan masyarakat yang tetap terpinggirkan dari pusat kekuasaan yang baru ini.

Menghadapi Tantangan Kesejahteraan Lokal

Di balik kilau proyek IKN, ada kenyataan yang harus kita hadapi: kesejahteraan lokal tidak otomatis tercipta hanya karena sebuah kota baru dibangun. Sejarah pembangunan di Indonesia menunjukkan bahwa proyek-proyek besar sering kali membawa dampak yang tidak merata, terutama bagi masyarakat lokal.

Proses pembangunan yang cepat dan ambisius sering kali mengabaikan suara dan kebutuhan masyarakat yang berada di garis depan perubahan tersebut.

Bagi masyarakat lokal, pembangunan IKN bisa membawa perubahan signifikan, tetapi juga ancaman terhadap kesejahteraan mereka. Perpindahan lahan, perubahan sosial budaya, dan dislokasi ekonomi adalah beberapa tantangan yang harus dihadapi.

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa masyarakat lokal tidak hanya menjadi penonton dari pembangunan ini, tetapi juga aktor utama yang mendapatkan manfaat nyata dari proyek ini.

Salah satu kunci untuk menghadapi tantangan ini adalah keterlibatan masyarakat lokal dalam setiap tahap pembangunan IKN. Pemerintah harus memastikan bahwa masyarakat lokal memiliki akses terhadap informasi, berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, dan mendapatkan manfaat langsung dari proyek ini, baik dalam bentuk lapangan kerja, peningkatan infrastruktur, maupun perlindungan terhadap budaya lokal.

Hanya dengan cara ini, IKN dapat menjadi harapan baru yang membawa kesejahteraan bagi semua, bukan sekadar ilusi kemajuan yang menjauhkan kita dari kenyataan.

Potensi dan Ketimpangan Ekonomi: Sebuah Paradoks

Indonesia, sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam, sering kali terjebak dalam paradoks: melimpahnya kekayaan alam tidak selalu berarti kemakmuran bagi semua.

Sebagai penghasil gas alam cair terbesar di dunia, produsen timah terkemuka, dan pusat produksi komoditas seperti cengkeh, pala, karet alam, dan minyak sawit, kita harus bertanya: apakah kekayaan ini telah benar-benar dinikmati oleh seluruh rakyat? Ketimpangan ekonomi yang ada sering kali menciptakan jarak antara potensi dan realitas, antara mimpi dan kesejahteraan yang nyata.

Dalam konteks ini, IKN diharapkan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru yang mampu mereduksi ketimpangan. Proyek ini menjanjikan investasi, lapangan kerja, dan peningkatan ekonomi daerah.

Namun, sejarah pembangunan di Indonesia mengajarkan kita untuk berhati-hati: tanpa strategi yang inklusif dan berkeadilan, manfaat dari proyek ambisius seperti IKN bisa terjebak di lingkaran elit, sementara masyarakat lokal hanya menjadi penonton dari sebuah kemajuan yang terasa asing.

Baudrillard mengingatkan kita bahwa dalam dunia modern, tanda-tanda dan simbol sering kali menciptakan realitas yang menggantikan yang sebenarnya.

IKN, sebagai simbol kemajuan, harus diawasi agar tidak menjadi simulasi yang memisahkan kita dari kondisi sosial yang nyata. Jika tidak hati-hati, proyek ini bisa berubah menjadi ilusi kemajuan yang tidak menyentuh kehidupan sehari-hari masyarakat yang seharusnya diuntungkan.

Mengelola mimpi besar seperti IKN memerlukan peta jalan yang jelas dan tindakan konkret. Robert Kiyosaki dalam Rich Dad, Poor Dad (2016) menekankan pentingnya memiliki visi besar yang diikuti oleh rencana strategis untuk mencapainya.

Dalam hal ini, mimpi besar Indonesia untuk menjadi negara maju harus disertai dengan strategi pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Hal ini, selayaknya bisa dipahami oleh Presiden kita terpilih pada hari ini, beserta kabinetnya. Bahwa, IKN harus lebih dari sekadar mega proyek; ia harus menjadi bagian integral dari upaya mengatasi ketimpangan dan mengoptimalkan potensi sumber daya yang ada.

Namun, satu aspek yang sering kali terlupakan adalah dampak proyek besar ini terhadap masyarakat lokal. Pembangunan yang cepat dan ambisius bisa saja menimbulkan dislokasi sosial dan ekonomi bagi mereka yang berada di garis depan perubahan.

Sebagai akademisi yang tumbuh dan hidup di lingkungan lokal, saya khawatir bahwa IKN, meskipun dirancang untuk kemaslahatan nasional, bisa jadi menyebabkan ketidakstabilan bagi masyarakat setempat yang seharusnya menjadi penerima manfaat utama.

Empati terhadap masyarakat lokal harus menjadi bagian integral dari setiap kebijakan yang terkait dengan pembangunan IKN. Pemberdayaan masyarakat lokal melalui peningkatan infrastruktur, kesempatan kerja, dan pelestarian budaya lokal bukan hanya soal tanggung jawab moral, tetapi juga strategi yang esensial untuk memastikan bahwa IKN benar-benar memberikan manfaat yang merata.

Tanpa perhatian serius terhadap aspek sosial ini, IKN berisiko menjadi simbol kemajuan yang jauh dari kenyataan.

Sejarah panjang bangsa ini mengajarkan kita bahwa simbolisme yang megah tanpa perubahan nyata hanya akan menciptakan kekecewaan. IKN sebagai simbol identitas baru harus diiringi dengan perubahan yang signifikan dalam struktur sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia.

Semangat dan aspirasi bangsa harus diwujudkan melalui kebijakan yang efektif dan tindakan yang nyata, bukan hanya melalui simbolisme yang kosong. Pada akhirnya, mimpi besar ini harus membawa kesejahteraan yang dapat dirasakan oleh seluruh rakyat, bukan hanya menjadi cerita megah yang jauh dari kenyataan. (*)

Keywords

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda