Oleh: Bob Soeryadi, S.sos / Sekretaris IKA FISIP Untan Kota Pontianak
Fenomena kelompok relawan pindah haluan kini tengah marak terjadi di perhelatan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Planet Mars Tahun 2024.
Manuver para relawan disinyalir hanya untuk kepentingan kelompok dan mengejar kekuasaan serta gimmick belaka.
Seperti yang dilakukan Relawan "Alien Berekok" melakukan deklarasi dan mengalihkan dukungannya kepada pasangan lain.
Manuver ini terlihat lucu dan syarat akan adanya permainan atau settingan dilakukan oleh bocah Alien yang belum tumbuh gigi, sebab berpindah haluan dan dukungan, tampak semudah membalikkan telapak tangan.
Ini bukan kali pertama kelompok relawan pindah haluan. Praktik semacam itu sudah dilakoni di negeri Konoha ketika Pemilihan Presiden Konoha, beberapa waktu lalu.
Selain pragmatis dan transaksional, fenomena ini disebut juga "Trik Joker".
Dimana, suatu kelompok 1 berkamuflase menjadi kelompok 2. Kemudian, menimbulkan citra negatif untuk kelompok 2. Setelah puas, kelompok tersebut membubarkan diri dan kembali ke habitatnya di kelompok 1.
Trik ini hanya sebatas mencari simpati dan sensasi semata. Ini biasanya digunakan ketika suatu kelompok sedang berada dalam tekanan.
Salah satu cara untuk memeriksa hubungan ini adalah melalui kerangka Teori Identitas Sosial (SIT; Tajfel & Turner, 2004 ), yang mengusulkan bahwa ketika sebuah kelompok terstigma, para anggota kelompok berusaha untuk mendapatkan kembali identitas positif melalui strategi individualistis dan kolektif. Strategi individualistis melibatkan disosiasi dari kelompok dalam seseorang (misalnya, komunitas) dan mencoba untuk "lulus" ke kelompok luar yang berstatus lebih tinggi (misalnya, komunitas non). Sebaliknya, strategi kolektif bertujuan untuk memberi manfaat bagi status kelompok dalam dengan mendefinisikan ulang kelompok dalam secara positif dibandingkan dengan kelompok luar. Contoh strategi kolektif termasuk bergabung dengan jaringan sosial daring, kelompok pendukung atau organisasi. Kamuflase mungkin melibatkan disosiasi dari kelompok dalam tertentu untuk "lulus" sebagai non, sehingga berpotensi mewakili strategi individualistis dalam menanggapi stigma.
Di samping itu, fenomena kelompok relawan pindah haluan ini juga syarat akan transaksional, mengharapkan insentif yang didasarkan pada kepentingan sesaat. Mereka belakangan hadir, lalu kecewa, dan pindah ke lain hati.
Kelompok relawan yang pragmatis dan transaksional itu menjual dukungannya dengan harapan mendapatkan imbalan. Walhasil, manuver-manuver politis mereka selalu berbasis kalkulasi untung-rugi.
Bukan tidak mungkin kelompok relawan itu kembali membelot jika paslon yang mereka dukung berpotensi kalah.
Karena mereka tidak punya jaminan konsistensi.
Di lain sisi, fenomena pindah haluan ini juga bisa saja diiniasi kubu lawan politik. Tujuannya untuk menggerus kekuatan politik kompetitor mereka.
Maka dari itu, kelompok semacam ini sebenarnya tak pantas menyandang nama relawan.
Sebagaimana namanya, kelompok relawan seharusnya hadir membantu para kandidat dengan sukarela. Imbalan kue kekuasaan semestinya tidak jadi pertimbangan bagi kelompok relawan untuk berkeringat memenangkan jagoan mereka.
Namun perpindahan kelompok relawan dari satu kubu ke kubu lainnya tidak memberi efek elektoral yang signifikan.
Perpindahan kelompok relawan digembar-gemborkan hanya sebagai materi propaganda.