Oleh: Ummi Hanifah |
Mahasiswi Prodi Pascasarjana Kimia FMIPA Universitas Tanjungpura |
Di Indonesia penggunaan pupuk anorganik mampu meningkatkan hasil pertanian, namun tanpa disadari penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus berdampak tidak baik bagi sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Pranata, 2004). Bahan-bahan organik yang dibuat menjadi pada pupuk cair memiliki kandungan mikroorganisme yang sangat tinggi, namun kadar N, P, dan K nya rendah. Sehingga pupuk cair membutuhkan tambahan unsur N, P dan K. Unsur unsur N, P, K tersebut dapat diperoleh dari beberapa limbah yang ada di sekitar, seperti buah-buahan busuk atau buah-buahan yang sudah tidak manfaatkan lagi (Utaminingsih, 2013).
Limbah buah-buahan adalah bahan buangan yang secara umum pembuangannya dilakukan dengan open dumping tanpa diolah lebih lanjut yang akhirnya hal ini membuat lingkungan terganggu dan aroma busuk pun dapat tercium. (Jalaluddin, 2016).
Berlebihnya buah-buahan yang beredar di masyarakat memicu volume sampah dari limbah buah menjadi tinggi. Limbah tersebut memunculkan berbagai masalah, contohnya munculnya penyakit, polusi air dan udara, dan lain-lain (sulistyaningsih, C.R., 2020).
Limbah dari buah-buahan menjadi salah satu faktor tingginya limbah organik dimana berdasarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2017) komposisi limbah di Indonesia saat ini didominasi oleh limbah dari sampah organik.
Berdasarkan data tersebut, limbah dari sampah organik menunjukkan dominasi yang cukup tinggi sehingga mendukung pemanfaatan limbah tersebut agar berdayaguna dan mudah diaplikasikan bagi masyarakat. Melimpahnya limbah buah-buahan berpotensi tinggi untuk dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku untuk membuat (POC) pupuk organik cair. Kesuburan tanah pun dapat dioptimalkan dengan kandungan yang terdapat pada limbah buah.
Selain itu POC juga dapat digunakan sebagai opsi lain yang merupakan upaya dalam pembebasan tanaman dari efek buruk, yakni residu kimia yang biasanya masyakarat gunakan dalam penyuburan tanaman (Nisa, 2016).
Pupuk organik cair lebih mudah diserap oleh tanaman karena unsur-unsur yang terdapat di dalamnya sudah terurai dan pengaplikasiannya lebih mudah. Pupuk organik cair memberikan beberapa keuntungan, misalnya pupuk ini dapat digunakan dalam media tanam padat dengan cara menyiramkannya ke akar ataupun disemprotkan ke bagian tubuh tumbuhan. Perlakuan pemberian pupuk dengan cara penyemprotan pada daun terbukti lebih efektif dibandingkan dengan perlakuan pemberian pupuk melalui penyiraman pada media tanam (Marjenah, 2012).
Pembuatan pupuk organik cair menggunakan prinsip fermentasi dengan bantuan aktivator dari larutan Effective Microorganisme 4 (EM4). Prosedur yang digunakan cukup sederhana sehingga dapat diaplikasikan sendiri oleh masyarakat.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan pupuk organik cair yaitu
1) Bahan-bahan utama pembuatan pupuk organik cair dipotong terlebih dahulu, untuk memperkecil ukuran bahan serta untuk mempercepat proses fermentasi.
2) Bahan dicampur merata sesuai bahan dasar yang digunakan.
3) Larutan aktivator disiapkan dengan mencampurkan air, gula pasir, EM4, dan telah didiamkan selama 24 jam.
4) Bahan-bahan yang telah disiapkan selanjutnya dicampur dengan larutan aktivator, lalu aduk hingga merata.
5) Setelah semua bahan tercampur rata, kemudian dipindahkan ke dalam komposter.
6) Suhu bahan di dalam komposter tersebut diukur, kemudian komposter ditutup rapat.
7) Proses fermentasi dibiarkan berlangsung selama ±7 hari.
8) Setelah 14 hari (2 pekan) hasil produksi pupuk organik cair sudah dapat diambil.
Penggunaan Effective Microorganism 4 (EM4) ditujukan agar dapat mempercepat pengomposan limbah karena pengomposan yang terjadi secara alamiah tanpa penambahan mikroorganisme akan berlangsung lebih lama jika dibandingkan dengan pengomposan dengan penambahan mikroorganisme.
Menurut Maman Suparman (1994) Effective Microorganism 4 (EM4) merupakan mikroorganisme pengurai atau bakteri pengurai yang dapat menghilangkan bau, meningkatkan kandungan mikroba dalam tanah, memperbaiki kualitas tanah, serta dapat mempercepat pembusukan (Ardiningtyas, 2013).
EM4 merupakan campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan. Jumlah mikroorganisme fermentasi didalam EM4 berkisar 80 jenis. Mikroorganisme tersebut dipilih yang dapat bekerja secara efektif dalam memfermentasikan bahan organik.
Dari sekian banyak mikroorganisme, ada 5 golongan yang pokok yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp., Streptomices sp., ragi (yeast), dan Actinomicetes. Proses pengomposan akan dimulai saat bahan-bahan yang dibutuhkan bercampur. Enzim dalam sel tanaman mulai merombak protein menjadi asam amino. selanjutnya, mikroorganisme mulai merombak pati, lemak, protein, dan selulosa di dalam gula. Selanjutnya, amonia akan dihasilkan dari protein. Mikroorganisme akan menyerap amonia yang terlepas. Nitrogen tanaman diubah menjadi nitrogen mikroba dan sebagian dibuang menjadi nitrat. Nitrat merupakan senyawa yang dapat diserap oleh tanaman (Samekto, 2006).
pada proses pengomposan, mikroorganisme juga mengeluarkan ratusan jenis enzim yang dapat membantu dalam merombak bahan (sampah organik) menjadi bahan makanan bagi mikroorganisme tersebut. Misalnya, mikroorganisme mengeluarkan enzim selulose yang dapat mengubah selulosa menjadi glukosa. Glukosa akan dimanfaatkan oleh mikroorganisme sehingga menghasilkan karbondioksida. Penelitian yang dilakukan oleh Susi dkk. (2018), yaitu membuat pupuk organik cair yang berasal dari limbah kulit nanas dengan proses fermentasi selama 1 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pupuk organik cair limbah kulit nanas mengandung phospor (P) 23,63 ppm, kalium (K) 08,25 ppm, nitrogen (N) 01,27 %, kalsium (Ca) 27,55 ppm, magnesium (Mg) 137,25 ppm, natrium (Na) 79,52 ppm, besi (Fe) 1,27 ppm, mangan (Mn) 28,75 ppm, tembaga (Cu) 0,17 ppm, seng (Zn) 0,53 ppm dan karbon (C) organik 3,10 %. Jalaluddin dkk. (2016) melakukan pengolahan sampah organik buah-buahan menjadi pupuk dengan menggunakan tambahan bioaktivator efektif mikoorganisme (EM4).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu fermentasi dan semakin banyak volume EM4 yang digunakan maka semakin tinggi nilai N, P dan K yang didapat. Berdasarkan penguraian diatas, dapat disimpulkan bahwa limbah buah-buahan berpotensi digunakan sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik cair. Selain jumlahnya yang banyak ditemukan, proses pembuatannya juga terbilang sederhana sehingga mudah diaplikasikan oleh masyarakat.(*)