PONTIANAK, SP - Aksi demonstrasi mahasiswa di Polda Kalbar pada Senin (25/11/2024), diduga ditunggangi kepentingan politik oleh salah satu pasangan calon (paslon) Gubernur Kalbar yang bertarung dalam Pilkada Serentak 2024.
Para mahasiswa yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Kalbar itu menggulirkan isu keterlibatan salah satu calon gubernur dalam kasus dugaan korupsi Balai Pendidikan dan Pelatihan Transportasi Darat (BP2TD) Mempawah. Padahal, sesuai fakta hukum, kasus tersebut sudah inkrah dan calon gubernur tersebut bukanlah tersangka.
Presiden Mahasiswa Universitas PGRI Pontianak, Meksi Kerol menyatakan aksi ini jelas ditunggangi oleh kepentingan politik salah satu calon lawan Ria Norsan. Bahkan dia menduga kuat isu ini sengaja dimainkan oleh cagub lainnya.
"Kami menduga kuat ini adalah “permainan” salah satu calon gubernur lainnya. Sebab, diembuskan di hari-hari terakhir kampanye hingga di masa tenang ini," katanya, Senin (25/11/2024).
Menurut Meksi, mahasiswa yang dikondisikan dalam aksi demo ini telah dibodohi. Seharusnya, sebagai kaum intelektual, mahasiswa mesti bersikap kritis dan tak ditunggangi kepentingan seseorang.
"Sebagai kaum intelektual, mau saja kalian dibodohi. Mau dikondisikan dengan isu receh yang justru menguntungkan mereka. Kaliah dapat apa?" tanya Meksi.
Menurutnya, demonstrasi yang bergerak secara terstruktur ini sengaja digulirkan untuk mengacaukan masa tenang pilkada. Mereka yang memainkan aksi ini menggiring kondisi politik menjadi memanas.
"Mereka mengesampingkan kepentingan masyarakat, tamak dan haus kekuasaan, sampai harus dalam kontestasi pun main kotor begini. Mahasiswa yang dikondisikan diperalat," tegasnya.
Mahasiswa yang diperalat itu menunjukkan kemunduran dalam berpikir. Mestinya mereka sebagai kaum terpelajar menghormati tahapan pilkada yang saat ini telah memasuki masa tenang.
"Kok jadi berpikir mundur, memberi malu nama mahasiswa. Jelas sesuai aturan KPU, masa tenang pilkada harus kita taati. Bukan malah dibuat kacau," ujarnya.
Senada, Presiden Mahasiswa Poltekes, Rifan menegaskan, kondisi ini sengaja dibuat untuk kepentingan salah satu calon gubernur yang mulai ketakutan akan kekalahannya di Pilkada Kalbar.
"Motifnya jelas, menjatuhkan lawan dengan cara kotor. Takut berkompetisi secara sehat. Menggoreng isu di media, kemudian menggerakan mahasiswa. Watak calon pemimpin tamak yang haus kekuasaan," tegasnya.
Rifan mengatakan, aksi-aksi yang digulirkan ini meresahkan kehidupan sosial masyarakat. Sebab, aksi ini dilakukan di masa tenang pilkada. Mengesampingkan situasi Kalbar yang padahal telah kondusif.
"Kenapa tak dari dulu. Ini baru dimainkan sekarang. Menyudutkan paslon, membuat isu liar ketika masa pilkada," ujarnya.
Rifan mengatakan, mahasiswa yang dikondisikan ini tak berpikir jika perbuatan mereka bisa membuat panas situasi keamanan daerah. Mereka hanya jadi tumbal kepentingan politik.
"Memprovokasi membuat panas situasi daerah yang sudah kondusif. Siapa yang akan bertanggung jawab kalau ini pecah dan menjadi konflik? Menyampaikan pendapat itu ada aturan, bukan seperti sekarang yang jelas ditunggangi," paparnya.
Sementara itu, dugaaan bahwa aksi kelompok mahasiswa ini ditunggangi kepentingan politik cagub lainnya menguat dengan beredarnya foto tangkapan layar WhatsApp yang berisi ajakan dan daftar nama yang akan ikut dalam aksi demo.
Bahkan dalam chat WhatsApp tersebut, terungkap bahwa mereka (mahasiswa) akan menerima bayaran usai mengikuti aksi demo. Mahasiswa bayaran itu pun diminta untuk memakai pakaian berwarna hitam saat berdemonstrasi.
Walk Out
Sebelumnya, Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Kalbar juga menggelar aksi unjuk rasa di Bundaran Tugu Digulis, Sabtu (23/11/2024) sore. Dalam aksi itu, mereka menyatakan sikap terkait Pilkada Kalbar 2024, dimana salah satu poinnya mendesak kasus dugaan korupsi BP2TD Mempawah diusut tuntas.
Namun saat aksi berlangsung, ada sejumlah perwakilan mahasiswa dari berbagai universitas yang dikabarkan memilih walk out karena merasa aksi tersebut telah ditunggangi untuk kepentingan politik praktis.
Mereka yang keluar dari aksi itu diantaranya perwakilan darI BEM Poltekkes, Universitas PGRI, Stikes Yarsi, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) dan Universitas Panca Bhakt (UPB) Pontianak.
Presiden Mahasiswa Poltekkes Pontianak, Rifan menyampaikan kekecewaannya lantaran aksi tersebut terindikasi disusupi kepentingan salah satu calon gubernur yang ingin menumbangkan calon lainnya dengan tudingan keterlibatan masalah hukum. Hal ini termasuk dalam kampanye hitam.
“Di paragraf ketiga pernyataan itu ada kejanggalan. Saya rasa dalam deklarasi ini adanya politik praktis. Mengarah pada tuduhan kasus hukum salah satu paslon,” katanya dikutip dari mediakalbar.com.
Rifan menegaskan, deklarasi Aliansi BEM se- Kalbar ini telah dicederai kepentingan politik praktis. Maka itu, Rifan dan BEM Poltekkes menolak untuk ikut terlibat dalam aksi tersebut.
“Kami keluar dari deklarasi ini. Karena hari ini aliansi ini telah dicederai,” ujarnya.
Sementara, perwakilan BEM UPB, Villa Vita Sari mengungkapkan keputusan walk out atau keluar dari deklarasi itu karena tak ingin ikut digembosi kepentingan politik salah satu calon tertentu.
“Kami merasa bahwa salah satu poin dalam deklarasi ini mengandung politik praktis dan ini mencederai. Kami tak mau mencederai nama baik kampus kami,” ujarnya. (bob/mk)
Korlap Aksi Tuding Polda Kalbar Berpihak
Dalam aksi demonstrasi aliansi mahasiswa di Polda Kalbar, suara dan aspirasi mahasiswa ternyata terpecah dan tak satu tujuan.
Varian, salah satu Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi menyebut bahwa Polda Kalbar terkesan berpihak terhadap salah satu pasangan calon gubernur dan wakil gubernur.
Menurutn Varian, saat aksi unjuk rasa berlangsung, pihak Polda Kalbar mempersilahkan tujuh orang perwakilan mahasiswa untuk melakukan audensi dan menyampaikan aspirasi.
Namun begitu, saat audensi berlangsung, pihak Polda Kalbar terkesan hanya menerima audiensi soal kasus BP2TD yang diketahui “digoreng” untuk menjatuhkan salah satu cagub. Padahal, Varian dan puluhan rekannya juga ingin mempertanyakan dua kasus lain yang juga diduga menjerat cagub lainnya.
"Audiensi kurang lebih ada tujuh orang yang masuk. Peserta lain menanyakan kasus BP2TD dan terkesan menyudutkan salah satu paslon, lalu dijawab lugas dan rinci oleh pihak Kabid Humas Polda Kalbar, Pak Petit," katanya, Senin (25/11/2024).
Sementara, ketika ditanyakan soal kasus dugaan penyimpangan penggunaan bantuan dana hibah Mujahidin dan kasus penipuan dan penggelapan pengerjaan proyek peningkatan jaringan distribusi air baku PDAM Tirta Raya, beberapa rekan Varian justru diusir keluar. Mereka tidak diperbolehkan untuk menyampaikan aspirasi tersebut.
"Tuntutan kami, Polda Kalbar jangan hanya serius pada kasus tertentu. Masih banyak kasus lainnya yang juga masih belum terselesaikan. Diantaranya kasus hibah Mujahidin dan PDAM yang diduga menjerat cagub lainnya," jelasnya.
Varian mengatakan, saat perwakilan dari kelompoknya akan menanyakan dua kasus tersebut, mereka malah dianggap sebagai penyusup.
"Ternyata mereka merupakan massa yang disponsori salah satu cagub. Sehingga kami dianggap penyusup dan diusir dari audiensi," katanya.
Mahasiswa kelompok Varian, kemudian sempat dihubungi kembali oleh pihak Polda Kalbar untuk menyampaikan aspirasinya. Namun mereka menolak, lantaran telah terindikasi kepentingan kelompok tertentu.
"Kami menolak karena dari awal aksi sudah disusupi oleh kepentingan paslon dan Polda Kalbar terkesan juga berpihak pada mereka," katanya.
Karena kondisi tersebut, Varian dan rekannya akhirnya menyampaikan aspirasi mereka terkait kasus hukum yang menjerat paslon lainnya di luar Polda Kalbar melalui orasi-orasi.
Varian pun berharap Polda Kalbar juga bisa menyikapi aksi yang sifatnya memojokan salah satu paslon di Pilkada Kalbar ini. Karena menurutnya ini akan rentan mengancam kondusifitas Kalbar. (bob)