Pada Grand Plan NU Kalbar poin keempat ini, Balon Ketua PWNU Kalbar, Dr. H. Syarif, S.Ag, M.A ingin membangkitkan militansi organisasi (Al-Tasyaddud Al-Tanzhìmy) dalam ber-jam'iyah untuk akurasi dan efiktifitas aktualisasi fikrah Al-Nahdliyah.
"Alhamdulillah instrumennya telah tersedia," kata Syarif.
Kata Syarif, menganut makna militan dengan arti bersemangat tinggi; penuh gairah; dan penuh pengabdia. Seseorang yang militan tidak kenal kata menyerah. Sesulit apapun hambatan yang ada akan ditempuhnya demi tercapainya tujuan.
Menurut dia, seseorang yang militan biasanya dilatarbelakangi oleh kesukaan atau kecintaannya terhadap sesuatu.
"Sesuatu di sini sebagai obyek kita sebut Nahdhstul Ulama. Berkhidmad berbasis kecintaan kepada NU ini adalah mental yang harus diwujudkan. Ini PR berat bagi Pimpinan NU Kalbar kedepan. Tendensi utamanya harus pengkhidmatan yang tulus," ujar Rektor IAIN Pontianak ini.
Dirinya ingin mengajak pengurus untuk mengurus dan menghidupkan NU dengan militansi tersebut.
"Saya yakin list pekerjaan rumah yang banyak di NU kita ini akan dapat kita urus menjadi sistimatika berjam’iyyah yang membuahkan. Saya juga sangat yakin jika mental ini jadi perilaku, maka berkah baik untuk peribadi-peribadi jamaah maupun untuk jam’iyyah akan diturunkan oleh Allah," yakinnya.
Pertanyaan besar saat ini adalah bagaimana membangkitkan militansi ber-NU tersebut? Tentu semuanya harus merumuskan metodologinya berbasis fikrah dan harakah yang ril dan terencanan serta sistimatis. NU memiliki lembaga-lembaga pendidikan, terutama pesantren. Dari sana bisa diadakan rekayasa kurikulum. Juga bisa melalui harakah distribusi kader dengan memperankan kader di berbagai sektor partisipasi. Pimpinan NU Kalbar harus memiliki komitmen jelas dan kuat tentang dan untuk distribusi kader ini. Sehingga pada diri kaderpun akan tumbuh, bangkit, dan menguat kecintaannya kepada NU.
"Saat seperti itulah militansi akan menjadi warna pengkhidmatan. InsyaAllah saya memiliki pengalaman dan dapat mengorganize hajat baik ini," pungkas Syarif. (*)