Ramadhan 1442 merupakan momentum strategis bagi umat Islam untuk meningkatkan keshalehan individudan sosial. Faktor penggeraknya banyak tersaji baik di literatur maupun tersampaikan secara verbal melalui khutbah jumat dan kultum.
Ayat motivatisinya tercantum pada QS:2 (261) menjelaskan tentang perumpamaan nafkah yang dikeluarkan di jalann Allah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, tiap-tiap bulir seratus biji.
QS:2 (265) menjelaskan tentang perumpamaan orang-orang yang membelajakan hartanya karena mencari ridha Allah ibarat kebut di dataran tinggi yang senantiasa disirami hujan. Menghasilkan buah dua kali lipat.
QS:2 (274) menjelaskan tentang orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah di siang dan malam hari, baik secara sembunyi-sembunyi dan terang-terangan akan mendapat upah langsung dari Allah SWT. Belum lagi hadits Rasulullah Saw tentang manfaat sedekah dapat menutut 70 pintu keburukan. Terlebih sedekah di bulan ramadhan, Rasulullah bersabda bahwa sedekah di bulan ramadhan paling utama (HR At-Tirmidzi).
Zakat, infak, wakaf dan sedekah (ZISWAF) merupakan instrumen fiskal yang dapat membantu Anggaran, Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui jalur agama.
Semua kebutuhan hidup rakyat Indonesia tidak mampu diakomodir oleh APBN, seperti kemiskinan, keterlantaran, kecacatan, ketunaan sosial, korban bencana, keterpencilan penduduk, dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).
ZISWAF hadir untuk memperingan beban pemerintah melalui jalur agama. Agama dan negara mempunyai relasi eksistensi dan fungsi yang tidak bisa diputus. Agama membutuhkan negara dalam hal regulasi untuk mengatur keberlangsungan dan ketertiban pelaksanaan keagamaan, sedangkan negara membutuhkan agama dalam hal memperbaiki moral berbangsa dan bernegara.
Sebagai contoh, kontribusi negara terhadap agama, merubah living law menjadi postif law bisa dilihat dan dibaca pada UU nomor 4 tahun 2004 tentang Wakaf, UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, UU nomor 19 tahun 2008 tetang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), UU nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, dan UU nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, UU Perkawinan, UU Kewarisan, UU Pengelolaan Haji, UU Produk Jaminan Halal dan UU Pondok Pesantren.
Undang-undang ini lahir karena merupakan hak muslim mayoritas guna pengaturan kehidupan berbangsa dan bernegara. ZISWAF lahir sebagai sebuah anjuran dan kewajiban beragama. ZISWAF menjadi sebuah gerakan sosial yang akan tetap langgeng sampai akhir jaman karena sudah menjadi sebuah kewajiban bagi umat Islam.
Untuk itu, perlu kita diskusikan bagaiaman ZISWAF bisa berkembang dengan baik dan produktif sesuai dengan cita-cita agama. Penulis menawarkan satu pendekatan bernama ‘ZakatPreneur’ yaitu gerakan pengelolaan zakat, infak, wakaf dan sedekah dengan pendekatan kewirausahaan.
Tulisan ini menggunakan pendekatan konstruksionis dimana kata ‘agama’ bukan hanya sekedar nama yang suci atau tabu akan tetapibagaimana ‘agama’ mampu hadir secara konstruktif untuk membantu memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi umat.
Langkah pertama yang mesti dilakukan adalah harus dilakukan pendekataan manajemen G.R Terry dengan prinsip-prinsip manajemen dan fungsinya yaitu planning (perencanaan program), organizing (pengorganisasian program), actuating (pelaksanaan program), controlling (kontrol program) dan evaluating (evauasi program).
Pada posisi perencanaan harus menjadi keyakinan bahwa “kegagalan dalam hal merenacanakan sesuatu, berarti kita telah merencanakan kegagalan”. Untuk itu membuat rencana program ZISWAF mesti dilakukan secara matang dan sempurna.
Dalam perencanaan penulis menawarkan pendekatan bussiness plan Canvas Model. Terdapat 9 elemen yang mensti diterapkan dalam mengembangkan ZISWAF, yaitu pemetaan segmentasi konsumen (data base muzakki dan mustahik), proposisi nilai konsumen (mengungkap keunggulan lembaga ZISWAF), saluran (media promosi), sumber pendapatan (meningkatkan nilai tambah), kunci sumber daya (bahan baku, SDM dan manajemen lembaga), hubungan konsumen (menciptakan konsumen fanatik yan terbangun secara emosional), kunci aktivitas amil (munculkan kepercayaan kepada muzakki dari program yang dijalankan), key fatners (kunci kerja sama yang dijalankan, dan struktur biaya yang efektip dan efisien.
Pada posisi organizing (pengorganisasian) penulis menggunakan pendekatan manpower planning yang terdiri dari manpower budgeting dan programming. Pada tahap manpower programming terdiri dari penyediaan dan penempatan SDM yang handal, penyebaran, pengembangan keahlian dengan pelatihan, perlindungan dan maintenance SDM agar tetap profesional.
Tahap pelaksanaan program penulis menggunakan pendekatan produktivitas. Pendekatan produktivitas ini dapat mengarahkan dan mengukur efisiensi sumber-sumber produksi seperti sumber daya manusia (SDM), mesin, dan manajemen untuk merubah inputmenjadi output pada hasil zakat yang dikumpulkan sesuai yang diinginkan.
Penulis menekankan pada zakat maal dan wakaf, tidak untuk zakat fitral yang mesti habis dibagi untuk kebutuhan konsumtif para mustahik zakat.
Kemudian pada tahap kontrol dan evaluasi pelaksanaan zakat, infak, wakaf dan sedekah mesti dilakukan secara terus menerus serambi menyempurnakan ikhtiar dengan manajemen evaluasi yang lebih modern.
Ada beberapa model evaluasi internal yang mesti dikenalkan kepada para pengelola ZISWAF, misalnya CoSo dan CoCo. Coco dan Coso merupakan sistem manajemen evaluasi di internel setiap lembaga. Namun, penulis tidak terlalu panjang lebar untuk mengurai lebih dalam, akan diurai pada tulisan berikutnya. (*)